README FIRST

Jangan heran apabila dalam blog ini ada ide di sebuah posting yang bertentangan dengan posting yang lain. Semua posting ini ditulis oleh orang yang sama yaitu saya. Tetapi posting yang ditulis tahun 2013 ke depan ditulis oleh saya yang sudah tercerahkan oleh berbagai pengalaman hidup. Dari diliput oleh koran luar negeri, kehilangan teman yang tewas tertembak dalam kerusuhan Ambon 2011, sampai melancong ke belahan lain dunia ini, semuanya itu membentuk sebuah pemikiran yang berbeda dari sebelumnya.

03 Juli 2008

Gondrong Students (part 3)

Ngomong- ngomong soal nasionalisme, ada hal yang menarik. Rambut pendek sebenarnya bukanlah khas bangsa kita. Apabila kita ingin mengetahuinya, kita harus melihat bangsa ini sebelum tersentuh tangan asing, yaitu pada saat zaman kerajaan. Mungkin Anda dapat melihat arca-arca yang mendeskripsikan gambaran manusia tanah air kala itu. Lihatlah dan perhatikan, rambutnya gondrong, bahkan sampai dikuncir. Jadi menurut dugaan saya, rambut pendek dan "rapi" itu adalah salah satu wujud westernisasi. Model rambut para penjajah itulah yang lantas ditiru oleh masyarakat Indonesia. Namun ini baru berlangsung pada era late colonialism, karena yang kita tahu dari ilustrasi-ilustrasi bahwa beberapa Gubernur Jenderal Belanda/Inggris juga berambut gondrong.

Ulasan barusan adalah jika nasionalisme sebagai alasan untuk tidak ikut-ikutan gondrong. (Padahal menurut saya, kita ikut-ikutan cepak). Akan tetapi, saya kurang setuju apabila nasionalisme dijadikan alasan. Nasionalisme tidak dapat dinilai serendah itu. Saya akan membahas lebih tentang nasionalisme di artikel lain.

Pada zaman Orde Baru, agaknya segala aspek kehidupan dikontrol oleh pemerintah secara militeristik. Dampaknya bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi tetapi juga pendidikan. Pada kala itulah mulai diberlakukan plonco bagi para murid baru, - yang mirip sekali dengan sistem sekolah militer yang menonjolkan senioritas - dan juga diberlakukan pendisiplinan rambut, khususnya bagi siswa laki-laki. Saya menyetarakan sistem plonco dengan pendisiplinan rambut. Ini mengimplikasikan bahwa hal itu adalah salah satu bentuk militerisasi. Sekarang Orde Baru sudah runtuh, namun karena sudah mendarah daging tradisi ini masih terus dijalankan.

Pendisiplinan rambut di sekolah adalah bentuk militerisasi dari zaman Orde Baru yang seharusnya tidak usah dipertahankan lagi. Masih banyak hal lain yang sebenarnya jauh lebih penting untuk didisiplinkan. Cepak koq dibilang disiplin, tepat waktu itu baru namanya disiplin. Coba sejenak kita tengok kembali kasus STPDN, ..........ternyata orang yang disiplin (rambut) belum tentu akhlaknya baik.


Di part berikutnya, saya akan mengupas lebih jauh lagi bahkan secara lebih eksplisit lagi dan akan mengundang kontroversi yang lebih banyak lagi dengan Anda para pembaca setia.

.......to be continued.......

previous part
next part

2 komentar:

  1. yo,q stuju, dwi..

    kykny blog mu ini persuasif, y??bikin org setuju melulu..

    dwi, kayakny q ngefans sama km, de..!!!

    tulisan2 km tuh bnr2 bgs, lo..

    km bnr2 yakin g mau ngirimin itu k koran stempat??

    -akaihana-

    BalasHapus
  2. setuju, TOSO... hahahaha..... hidup TOSO..... wkwkwkwk....
    -Yoseph, SMG-

    BalasHapus