README FIRST

Jangan heran apabila dalam blog ini ada ide di sebuah posting yang bertentangan dengan posting yang lain. Semua posting ini ditulis oleh orang yang sama yaitu saya. Tetapi posting yang ditulis tahun 2013 ke depan ditulis oleh saya yang sudah tercerahkan oleh berbagai pengalaman hidup. Dari diliput oleh koran luar negeri, kehilangan teman yang tewas tertembak dalam kerusuhan Ambon 2011, sampai melancong ke belahan lain dunia ini, semuanya itu membentuk sebuah pemikiran yang berbeda dari sebelumnya.

17 November 2015

Teroris Lebih Baik Daripada Koruptor

Dewasa ini, setidaknya ada dua kejahatan tingkat kakap yang kerap menghantui negeri kita. Yang pertama adalah terorisme. Usaha pemerintah menekan kejahatan yang satu ini tidak main-main. Meski pemerintah masih mempunyai banyak PR untuk memberantas kejahatan terorganisir ini sampai ke akar-akarnya, usaha yang berwenang sampai saat ini bisa dibilang cukup berhasil, bahkan katanya sampai mendapat pujian dari dunia internasional.

Kejahatan yang satu lagi adalah korupsi. Persoalan korupsi di negeri ini sudah sangat kronis dan usaha pembasmiannya pun masih terlihat setengah-setengah. Berbeda dengan para pelaku terorisme, para koruptor yang tertangkap tidak dihukum dengan keras. Mereka cuma dikurung selama 2-3 tahun di penjara yang nyaman. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan Tiongkok yang telah berhasil menekan angka korupsi di negerinya. Negeri tirai bambu itu bahkan berani menjatuhkan hukuman mati para pelaku tindak korupsi.

Jika dibandingkan, para pelaku terorisme yang brutal itu masih sedikit lebih baik daripada koruptor. Setidaknya, para teroris memperjuangkan apa yang mereka percayai dan rela hidup tidak nyaman dan bahkan siap mati demi tujuannya itu. Sedangkan para koruptor adalah pengecut yang tidak mau ikut susah berkorban membangun negeri tapi malah memilih untuk mengisi kantong pribadi demi kebahagiaannya sendiri.

Selain itu, teroris juga sedikit lebih mulia karena hampir semua dari mereka mengakui perbuatannya, baik setelah maupun sebelum tertangkap. Beberapa saat setelah peledakan di suatu tempat biasnya diikuti dengan video pernyataan bertanggung jawab atas serangan tersebut. Para teroris pun bersedia menanggung konsekuensi hukum dari perbuatan mereka. Lain halnya dengan koruptor. Hampir semua dari mereka yang tertangkap, menyangkal melakukan korupsi. Lebih jauh, mereka berusaha dengan berbagai cara untuk berkelit dari hukum.

Lalu, jika teroris itu masih sedikit lebih baik dari koruptor, maka seharusnya hukuman untuk para koruptor pun tidak lebih ringan dari para teroris, yaitu maksimal hukuman mati. Justru hukuman mati ini akan lebih tepat jika dikenakan pada para koruptor dibanding pada teroris. Efeknya untuk teroris malah sangat berbahaya karena para teroris memanglah orang-orang yang telah siap berkorban nyawa demi misi yang mereka percayai suci itu. Kita semua telah melihat buktinya ketika jasad para teroris terhukum mati hendak dimakamkan, mereka diarak rakyat bagai seorang pahlawan perang.

Namun, efek yang berbeda pastinya akan terjadi apabila hukuman mati dijatuhkan pada para pelaku tindak korupsi. Mereka sama sekali tidak siap mati sehingga takut akan hukuman perenggut nyawa tersebut. Dengan demikian, ancaman hukuman mati bersifat sangat mendidik khususnya bagi mereka yang hendak melakukan tindak korupsi.

Wacana penerapan hukuman mati pasti akan berhadapan dengan alasan HAM. Namun, marilah kita memakai pendakatan yang sedikit pragmatis. Tiongkok telah membuktikan bahwa hukuman mati bisa menekan jumlah tindak korupsi. Jadi, kalau memang benar-benar serius ingin memberantas korupsi, lakukanlah cara yang telah terbukti bekerja.

Sekali lagi di sini saya sama sekali tidak membela teroris. Baik teroris maupun koruptor sama-sama buruk. Tapi jika saya harus memilih mana yang sedikit lebih baik, makanya saya akan pilih teroris untuk alasan-alasan yang telah disebutkan dalam artikel ini.

(Originally published on Facebook note in Sept 2010)

16 April 2014

Sains itu JAHAT

Mungkin kerap kali kita mendengar pernyataan bahwa sains itu bisa digunakan manusia untuk kebaikan maupun kejahatan. Namun dalam artikel kali ini penulis akan menunjukkan bahwa sains itu adalah sesungguhnya JAHAT dan JAHAT saja.

Definisi Sains
Sebelum masuk lebih jauh, rasanya perlu untuk mengkonfirmasi bahwa sains dimaksud di sini lebih kepada apa yang sering disebut sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolahan, bukan social science atau pengetahuan umum. Namun, sejatinya ilmu itu saling terintegrasi. Di majalah sains populer National Geographic kita dapat menyaksikan bahwa ilmu Geografi tidak terpisahkan dari ilmu sosial lainnya seperti Ekonomi, Sosiologi dan Sejarah. Bahkan ia saling terhubung juga dengan Biologi, Fisika, dan Kimia. Gampangnya. ilmu terintegrasi yang merupakan isi dari National Geographic itulah sains yang dimaksud penulis di artikel ini.

Hasil Penemuan Sains
Sains identik dengan penemuan. Ya, ketika manusia memahami konsep-konsep dalam sains sangat memungkinkan baginya untuk menghadirkan penemuan atau teknologi baru -yang katanya membuat hidup manusia menjadi lebih baik-. Contohnya, setelah memahami prinsip-prinsip hukum alam tertentu, manusia dapat menciptakan pesawat terbang.
Ilustrasi Bom Atom

Nah, mengapa sains itu jahat? Mari kita lihat dari buah-buahnya alias penemuan-penemuannya. Contoh umum yang diberikan terkait penemuan sains yang berdampak buruk adalah bom atom yang terbukti dapat menyebabkan kerusakan yang begitu parah pada saat meledak dan bahkan setelahnya. Tak diragukan lagi pendapat umum menyatakan bom atom ini jahat. Pada kenyataannya, bukan hanya bom atom dan teknologi penghancur sejenisnya yang merupakan hasil jahat sains. Semuanya jahat karena pada dasarnya  sains adalah jahat.

01 April 2014

Teori Evolusi, Fakta atau Fiksi?

oleh: Dwi Santosa, filsuf

Ketika menanggapi tentang isu teori evolusi, dulu biasanya saya hanya dengan enteng akan mengatakan, "itu kan hanya teori, baru dugaan. Belum tentu benar." Akan tetapi oleh ilmuwan (khususnya di negara-negara maju), teori evolusi ini dinyatakan sebagai fakta. Dan oleh karena itu teori evolusi wajib diajarkan sebagai fakta di sekolah-sekolah (terutama di negara maju) bukannya lagi sekedar sebagai proposal gagasan.

Kita harus memahami terlebih dahulu kata 'fakta' secara ilmiah. Fakta ilmiah merujuk pada data-data eksperimen ataupun pengamatan objektif yang dapat diverifikasi. Fakta ilmiah harus didukung bukti-bukti yang banyak dan kuat. Ada dua jenis fakta ilmiah. Yang pertama berdasarkan pengamatan empiris yang diverifikasi dan yang kedua merupakan hipotesis yang didukung oleh bukti. Hipotesis sendiri adalah penjelasan spekulatif yang terorganisir dengan baik.

"Fakta merupakan hipotesis yang secara kuat didukung oleh bukti-bukti yang kita asumsikan benar" -Douglas Futyuma-

"There is no sharp line between speculation, hypothesis, theory, principle, and fact, but only a difference along a sliding scale, in the degree of probability of the idea. When we say a thing is a fact, then, we only mean that its probability is an extremely high one: so high that we are not bothered by doubt about it and are ready to act accordingly. Now in this use of the term fact, the only proper one, evolution is a fact." -H. J. Muller-

Maka dengan definisi fakta ilmiah yang seperti ini, para ilmuwan memang bisa mengatakan bahwa teori evolusi merupakan sebuah fakta. Namun harus diingat bahwa "fakta" di sini tidaklah berarti "kepastian absolut". Secara ilmiah, para ilmuwan seharusnya tahu bahwa mereka tidak pernah mengetahui segala sesuatunya dengan kepastian yang absolut. Bahkan pengamatan empris pun bergantung pada asumsi dasar bahwa indera dan instrumen pengukuran yang kita gunakan adalah benar. Jadi dalam sains, keseluruhan fakta bersifat sementara saja.

29 April 2013

Indon versus Malay


Hubungan Indonesia dan Malaysia sebagai sesama negara ASEAN dan serumpun bisa dibilang baik-baik saja di permukaan namun menyimpan rasa sentimen di bawahnya. Segala macam kasus mulai dari penyiksaan TKI, perebutan pulau perbatasan, sampai pengklaiman budaya membuat banyak orang Indonesia tidak suka terhadap Malaysia. Ditambah lagi adanya sebutan 'indon' yang kerap diucapkan oleh orang Malaysia membuat orang Indonesia merasa direndahkan. Sebagai orang Indonesia, awalnya saya pun memiliki perasaan tidak suka terhadap Malaysia. Tentu hal itu sangat subjektif sekali. Kalau dipikirkan dengan kepala dingin dan hati terbuka maka kita pun akan melihat permasalahan dengan lebih objektif.

Sebelum lebih jauh, marilah kita melihat perbandingan antara Indonesia (INA) dengan Malaysia (MAS).

Penduduk INA: 237,424,363 (sensus 2011)
Penduduk MAS: 28,334,135 (sensus 2010)

Gross Domestic Product INA:  928.274.000.000.000 dollar AS
Gross Domestic Product MAS: 307.718.000.000.000 dollar AS

Pendapatan Per Kapita INA:    3.910 dollar AS
Pendapatan Per Kapita MAS: 10.578 dollar AS

Mata uang INA: Rupiah (sekitar 10.000,00 per $1)
Mata uang MAS: Ringgit (sekitar 3,2 per $1)

(Sumber: wikipedia)

GDP Indonesia memang besar, oleh karenanya dimasukkan dalam negara G-20. Tapi tidak perlu terlalu dibanggakan karena indikator kaya miskinnya sebuah negara lebih pada pendapatan per kapitanya. Dapat dilihat di atas bahwa pendapatan per kapita Indonesia kalah jauh dengan Malaysia. Itulah alasan mengapa TKI-TKI tetap saja nekat mengadu nasib di negeri jiran meski banyak berita-berita tentang nasib TKI yang tidak mengenakkan datang dari sana. Untuk masalah TKI ini saya punya sebuah teori, yaitu teori "senjata makan tuan".

30 November 2009

Rokok Bikin Bego

Merokok telah menjadi kebiasaan sebagian besar laki-laki dan sebagian kecil perempuan di Indonesia. Konsumsi rokok setiap hari membuat perusahaan-perusahaan rokok menjadi raksaksa dan menjadi kaya sekaligus penyumbang besar pemasukkan negara. Namun, di sisi lain merokok telah membuat orang menjadi bodoh. Mengapa?

Sebelumnya, saya ingin membagi perokok menjadi 3 jenis:
1. mereka yang merokok di tempat-tempat yang dengan jelas memiliki larangan merokok
2. mereka yang merokok di tempat-tempat umum atau di dekat orang lain
3. mereka yang merokok di tempat khusus merokok atau di tempat dimana tidak ada orang lain

Untuk membela diri, para perokok sering kali mengatasnamakan HAM. Ini adalah alasan yang sangat egois karena HAM disini adalah HAM perokok itu sendiri tanpa memperhatikan HAM orang lain. Perokok jenis 2, misalnya, merasa memiliki kebebasan untuk merokok tanpa menghiraukan bahwa orang lain pun memiliki sebuah kebebasan, yaitu untuk menghirup udara bersih yg tidak terkontaminasi asap rokok. Lebih parah lagi, di negeri ini kita masih sering menjumpai perokok jenis 1 yang merasa bebas untuk merokok sekalipun di ruangan ber-AC misalnya. Masih soal hak, pertanyaan bagus untuk perokok jenis 3: "Apakah Anda memiliki hak untuk merokok?". Lihat jawabannya di: http://poenjagw.blogspot.com/2008/10/teoliberalisme.html

Di kebanyakan negara maju, perokok jenis 1 dan 2 ini dikenai sanksi hukum yang tegas karena telah menyangkal nilai kebebasan orang lain. Sejak tahun 2005, Jakarta telah mengeluarkan peraturan semacam ini. Tapi pada pelaksanaannya tidak berjalan karena tidak adanya ketegasan dalam penegakan peraturan ini.

Bicara soal kebebasan, sebenarnya bukan saja kebebasan orang lain yang direnggut dengan kebiasaan buruk ini (untuk jenis perokok 1 dan 2), namun juga kebebasan si perokok itu sendiri (untuk semua jenis perokok). Hampir semua perokok tidak kuasa untuk berhenti merokok karena sudah kecanduan. Itu berarti ia tidak bisa mengendalikan dirinya lagi. Ia telah menjadi "budak" rokok dan rokok telah menjadi "tuan" atasnya.

Rokok bukan sekedar barang konsumsi biasa. Ia adalah sebuah berhala di zaman modern ini. Seorang perokok yang mengaku beragama belum tentu merasa tidak tenang jika dalam satu hari ia tidak berdoa kepada Tuhan, tapi ia pasti merasa tidak tenang/nyaman jika dalam sehari saja belum merokok.

Dari segi kesehatan sudah jelas bahwa rokok itu adalah racun. Namun banyak perokok yang tidak percaya atau tidak peduli akan hal ini. Apakah mereka yang tidak percaya lebih pintar daripada para ahli yang telah melakukan riset dan menyatakan rokok itu buruk untuk kesehatan? Dan mereka yang tidak peduli adalah orang-orang yang berpikir jangka pendek karena memang akibat dari rokok itu biasanya terjadi untuk jangka panjang. Seseorang yang merokok tidak langsung mati seketika, tapi mati pelan-pelan dengan menimbun penyakit jantung atau kanker misalnya di beberapa tahun mendatang.

Zaman dulu, di desa-desa ada labeling "banci" terhadap para lelaki yang tidak merokok. Labeling ini masih ada meskipun tidak segencar dulu. Yang jelas, labeling seperti ini sangat tidak rasional. Merokok itu tidak keren sama sekali. Misalnya, karena merokok, baru bermain bola sekian menit saja sudah kepayahan. Yah........ itu sama sekali gak keren! :p

Intinya, merokok udah buat orang bego, merenggut kebebasan, dan merusak kesehatan. Hindari rokok, musnahkan, fatwakan haram! Mari menjadi orang Indonesia yang lebih sehat baik jasmani maupun rohaninya tanpa rokok.