README FIRST

Jangan heran apabila dalam blog ini ada ide di sebuah posting yang bertentangan dengan posting yang lain. Semua posting ini ditulis oleh orang yang sama yaitu saya. Tetapi posting yang ditulis tahun 2013 ke depan ditulis oleh saya yang sudah tercerahkan oleh berbagai pengalaman hidup. Dari diliput oleh koran luar negeri, kehilangan teman yang tewas tertembak dalam kerusuhan Ambon 2011, sampai melancong ke belahan lain dunia ini, semuanya itu membentuk sebuah pemikiran yang berbeda dari sebelumnya.

24 Oktober 2008

Teoliberalisme

For English version, click here.


Semua orang menginginkan sebuah kebebasan. Kebebasan inilah yang selalu diagung-agungkan oleh penganut paham liberal (ENG liberate:membebaskan). Paham itu mengajarkan bahwa manusia bebas dan berhak untuk melakukan apapun. Batasan dari kebebasan itu hanyalah kebebasan orang lain, walaupun pada pelaksanaanya orang liberal terkadang mengabaikan kebebasan orang lain. Namun terlepas dari pelaksanaannya di lapangan, kelihatannya memang sangat amat baik yang diajarkan oleh paham ini. Namun, saya berpikir bahwa liberalisme pun banyak memiliki kekurangan.
Banyak negara liberal yang telah melegalkan aborsi dengan alasan kebebasan sang ibu bayi. Mungkin isu aborsi masih terasa haram di telinga kita, akan tetapi para liberalis memiliki dasar paham yang menunjang hal ini. Sang ibu bayi berhak mengugurkan cabang bayi yang belum lahir dan yang dianggap belum memiliki hak hidup. Apakah hal ini sesuai dengan hati nurani Anda sebagai manusia, yaitu apabila aborsi dilegalkan di Indonesia? Saya rasa banyak orang yang hati nuraninya menentang hal ini, sama dengan saya.
Karena isu-isu seperti inilah saya menyimpulkan bahwa liberalisme sebuah paham yang masih memiliki cacat. Mungkin arahnya sudah benar, akan tetapi barangkali harus ditambahkan batasan kebebasan selain daripada kebebasan orang lain. Di sinilah akhirnya saya mencetuskan sebuah paham yang disebut Teoliberalisme. Saya tidak berani mengklaim bahwa saya-lah penemu paham ini, walaupun pada saat saya keceplosan konsep ini saya belum membaca artikel dari manapun tentang Teoliberalisme. Tapi memang sudah ada orang yang mencetuskan paham ini. Pada saat saya mengetik kata TEOLIBERAL di internet, muncul sejumlah artikel yang cocok. Sayangnya itu semua tertulis dalam bahasa Latin yang tidak saya mengerti, sedangkan saya tidak menemukan satu pun artikel dalam bahasa Inggris. Jadi, konsep Teoliberlisme yang ingin saya sampaikan di sini adalah murni versi saya.
Teoliberalsime berasal dari 3 kata, yaitu theos(Tuhan), liberal(kebebasan), isme(paham). Jadi artinya gampangnya adalah sebuah paham kebebasan yang menempatkan hakekat manusia sebagai ciptaan Tuhan Sang Pencipta. Lalu apa perbedaannya dengan liberalisme biasa? Tentu kata "Teo"(Tuhan) yang menjadi kuncinya. Menghayati bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, tentu akan mempengaruhi cara berpikir kita tentang arti sebuah kebebasan.
Saya akan menjelaskan dalam sebuah contoh konkret. Apakah kita memiliki kebebasan untuk merokok? Jawab orang liberalis: Oh tentu, asalkan kita tidak merokok di tempat umum, tidak menggangu kebebasan orang lain untuk menghirup udara bersih. Jika kita merokok tidak di depan orang, ya sah-sah saja. Walaupun memang secara medis itu tidak baik bagi tubuh, tapi toh itu tubuh kita sendiri, tidak mengusik orang lain. Tetapi jawab orang Teoliberlis: Tidak, kita tidak berhak untuk merusak tubuh kita sendiri, karena tubuh kita ini bukan milik kita sendiri tetapi adalah milik Sang Pencipta, yaitu Tuhan. Jika Anda dititipkan sebuah barang oleh orang lain, apakah Anda bebas untuk merusak barang itu? Tentu tidak.
Semoga dengan contoh ini saya dapat menjelaskan arti Teolibralisme. Intinya paham ini menegaskan bahwa manusia tidak berhak penuh melakukan semuanya pada dirinya sendiri. Kalau begitu bagaimana dengan isu aborsi tadi? Saya menyerahkan jawabannya kepada Anda sendiri.
Ada isu-isu yang lain seperti bunuh diri, eutanasia, perkawinan sejenis, dan masih banyak lagi yang akan saya bahas di artikel Teoliberalisme selanjutnya. Saya harapkan masukkan isu atau kasus dari Anda yang dapat kita kaji bersama dengan perspektif Liberal dan Teoliberal.

9 komentar:

  1. tulisan lw bagus. gw suka.
    soal "teoliberalisme" lw bagusnya di perdalam lagi. sebelum terlanjur mengklaim paham itu punya lw mending cari tw dulu, byk baca buku2 theology dan teori tentang paham2....

    "keep writing"

    BalasHapus
  2. biasanya teo buat Tuhan itu tulisny Theo, dwi..
    btw,
    bagus, ada pkembangan...
    drpd ttg gondrong mulu...!!
    terusin nulis, dwi...
    sapa tau jd brkat bwt org lain...!


    ps: skali2 ttg luph2, dunk...wekekekekeke....

    -akai hana-

    BalasHapus
  3. Dwi... hmmm...sebenernya seh core message lu bgs....cm sayangnya ungkapan 'Theoliberalisme' itu yg salah...

    dalam bidang Theologi,yang disebut Theologi Liberal adalah ketika peranan manusia dijunjung tinggi dan peranan Tuhan dikecilkan sehingga menjadi hubungan yang bersifat compatibilism.....

    sedangkan dari pernyataan-pernyataan anda, jelas bahwa anda mendukung 'sovereignty of God' yang bearti adalah lebih condong ke arah determinism atau Theologi Konservatif (saya tidak berani mengatakan anda adalah seorang determinis, tetapi CONDONG ke sana lewat tulisan anda ini, akan tetapi banyak dasar-dasar doktrin determinisme yang saya tidak tahu anda setuju atau tidak...)

    but, this is a good job.... good 4 u!!

    BalasHapus
  4. Saya sangat setuju dengan paham anda ini, terlepas dari terminologi yang anda pakai benar atau tidak.
    Semangat dalam menegakkan prinsip Alkitabiah seperti ini!!
    elsa

    BalasHapus
  5. Gabrielia 'gaby'5 Juni 2009 pukul 23.04

    (dipindahkan oleh De Santos dari message facebook bertanggal 2009 Juni 5 18:19)

    kalo gw bilang sih..tulisan lw oke...cm buat gw juga,itu gak bisa disebut teoliberal, yang namanya liberal,biarkan essensinya bebas, tetapi ketika ada konsep spiritual disana, jangan sanggut pautkan dengan kebebasan, karena sesuatu yang liberal tidak berhubungan dengan Tuhan sama sekali!

    BalasHapus
  6. buat Iw...
    saya kurang stuju kalo penekanan pada soverign of GOD condong kepada determinism loh....
    kalo kita mau bicara determinism sebetulnya sama seperti mengatakan kalo Tuhan ga pny kedaulatan dong...Tuhan tinggal buat sistem yg jalan sendiri kaya jam....tanpa perlu campur tangan Tuhan dalam kedaulatan-Nya.
    Justru kedaulatan Allah nyata ketika manusia punya kebebasan untuk memilih (free will). Ketika free will manusia tidak bisa mengerti atau mencapai satu tujuan Tuhan maka Tuhan dalam kedaulatan-Nya akan membuat tujuan tersebut tetap tercapai....
    Hehehe...sori ya...masuk2 tau2 langsung ksh komentar...salam kenal buat Iw....

    BalasHapus
  7. hmmm... sebenernya determinisme itu kita harus define dulu seperti apa... klo dalam konteks Sovereignty of God kan, He is Sovereign in terms that His plans can not be thwarted, can not be failed by us mere humans... nah,klo misalnya seperti demikian, dan kita semua setuju dengan hal itu, ini berarti semua aksi, kehendak, dan pilihan yang kita buat itu tidak pernah terlepas dari rencana Tuhan dan kedaulatanNya. Hal ini dikarenakan, jika kita sebagai manusia, dapat memilih secara benar-benar bebas(sebebas-bebasnya)dan menolak rencana Allah (contoh: semisal Billy Graham ketika Tuhan berencana menjadikan dia hambaNya, Billy Graham menolaknya dan malah menjadi pemuja setan), maka berarti secara langsung kita mengatakan bahwa manusia lebih besar dari Tuhan (karena dapat melawan kehendak Allah). Jika keadaanNya seperti demikian, allah yang seperti itu tidak layak disembah, karena ia tidak mahakuasa dan berdaulat, tapi Allah kita itu berkuasa dan berdaulat karena rancangannya tetap dari kekekalan sampai kekekalan.

    Nah, jika demikian bukankah Sovereignty of God sangat mirip dengan determinism (saya tidak menyatakan kedua hal itu SAMA loh!). Mengapa demikian? karena determinism adalah "to determine", dan Allah yang telah merencanakan segala sesuatunya dari sejak semula, dan ingat kisah Yakub dan Esau, Allah telah memilih Yakub bahkan sebelum ia lahir, sebelum ia sempat berpikir, beraksi, dan memilih. Bukankah berarti Allah berdaulat dalam hal itu? Jika demikian di mana letak free will Yakub ketika dipilih oleh Allah?

    Untuk bagian terakhir, saya setuju dengan anda, bahwa Free Will itu ada (dalam sense terbatas), akan tetapi anda menyatakannya secara positif, dalam arti, ketika manusia berencana dan tidak tahu ia bisa mencapai atau tidak, maka Tuhan akan membuat tujuan itu tercapai. Dengan mengatakan demikian berarti anda menempatkan Allah dalam posisi pembantu rencana manusia dan bukan yang merencanakan segala sesuatu. Ini jika dalam tujuan positif (misal: mau mengadakan KKR buat memenangkan jiwa2 buat Tuhan, tapi panitia tidak ada dana, Tuhan tahu rencana panitia dan Tuhan akan mencukupkannya). Padahal jika diteliti, panitia tersebut mau merencanakan KKR tersebut pun berada dalam dan tidak lepas dari rencana Allah. Bahkan panitia yang terbentuk itupun adalah hasil rencana Allah, orang-orang yang menjadi panitia tersebut pun selamat hanya oleh karena anugrah Allah dan bukan karena perbuatan mereka.

    Nah, coba kita andaikan begini, Tuhan berencana menyelamatkan suatu kota dengan mengirim Yesaya,manusia yang dipilihnya. Pertanyaannya adalah, dapatkah Yesaya yang telah dipilih Tuhan menolak Tuhan dan malah memilih memuja Iblis, padahal Tuhan telah memilihnya?

    yang saya mau tekankan,sebenarnya kedaulatan Allah dengan determinisme sangat tipis perbedaannya. Allah dalam kedaulatanNya menjadikan kedaulatanNya sebagai landasan agar free will bisa ada dan berjalan. Akan tetapi, kita tidak bisa memungkiri bahwa semua yang ada tidak bisa terlepas dari kehendak dan kedaulatan Allah.

    -Iw-

    BalasHapus
  8. @Gaby
    Justru dengan paham ini, akan tercapai kebebasan yg sesungguhnya bagi manusia. Jika dalam paham liberal biasa, Anda bebas merokok, misalnya. Di kemudian hari Anda mengidap penyakit jantung/kanker karenanya. Artinya kebebasan merokok itu nantinya malah merenggut kebebasan Anda.

    Maka saya tidak setuju jika dikatakan sesuatu yang liberal tidak berhubungan dengan Tuhan sama sekali. Batasan-batasan yang diberikan oleh paham yang percaya pada Tuhan ini justru membebaskan (liberate) manusia dari kebebasan kebablasan yang pada akhirnya hanya akan merenggut kebebasan itu sendiri. Dengan demikian, sekali lagi ditekankan bahwa paham ini sebenarnya hendak menciptakan kebebasan yg sesungguhnya (the true freedom).

    BalasHapus
  9. Salam kenal semuanya sy ikutan ya. Untuk
    1. Dwi
    Spt Iw, saya juga menyarankan jgn pakai istilah Theoliberalism. Nanti disangka kamu Teolog Liberal. Padahal dari konsepnya mungkin kamu bukan, melainkan justru yg jenis kebebasan yang ingin kamu angkat saya duga kalau di dalam Reformed Theology disebut "Christian Liberty" sebagai lawan dari Legalism (apa-apa hukum peraturan2, kyk Farisi lah), tetapi bukan antinominalism(anti-hukum).

    2. Masalah Freedom memang kompleks. Tp jika kita memegang Kedaulatan Allah dan Kebebasan Manusia secara bersama-sama, yg tdk berkontradiksi melainkan paradoks maka pandangan kita itu disebut compatibilism (compatible=cocok, berarti determinisme yg cocok dgn freewill, msh memberikan ruang).bukan berarti kita bisa menunjukkan keduanya tidak bersitegang dan seolah-olah kontradiksi, tp asalkan ada evidensi dan argumen yg memadai untuk masing2 aspek bs berdiri kokoh (SoG dan FW) maka keduanya bisa kita terima sebagai paradoks yg memang diajarkan Alkitab. Pembahasannya bisa satu buku sendiri kali hahaha. Tp penjelasan scr philosophical theology Favorit saya di buku John Frame : The Doctrine of God Chapter 9 : Responsibility and Freedom (Bole bc di kamar sy 109) juga Chapter 10 : Problem of Evil. Yg jelas bahkan Allah di dalam kedaulatan-Nya terlibat dalam segala sesuatu secara mendetail(tidak hanya sekedar membuat goal lalu memastikan itu terjadi tetapi juga menjamin satu persatu step apa yg akan menjadi alat mencapai goal itu), termasuk dalam hal dosa. akan tetapi kita tidak dapat mengatakan Allah berdosa atau terlibat sebagai sumber kejahatan.Tetap agen yg melakukan dosa itu yg berdosa dan dihakimi.(bs panjang berdebat ttg hal ini)

    3. Kalau Tuhan melepaskan segala sesuatu kepada sistem (misal sistem hukum alam/ law of nature) maka itu namanya Deism, bukan Sovereignty of God

    4. Tdk setuju juga dgn gaby, bahwa Allah/hal-hal spiritual tidak boleh disangkutpautkan dgn kebebasan (dlm sense apapun)

    BalasHapus