README FIRST

Jangan heran apabila dalam blog ini ada ide di sebuah posting yang bertentangan dengan posting yang lain. Semua posting ini ditulis oleh orang yang sama yaitu saya. Tetapi posting yang ditulis tahun 2013 ke depan ditulis oleh saya yang sudah tercerahkan oleh berbagai pengalaman hidup. Dari diliput oleh koran luar negeri, kehilangan teman yang tewas tertembak dalam kerusuhan Ambon 2011, sampai melancong ke belahan lain dunia ini, semuanya itu membentuk sebuah pemikiran yang berbeda dari sebelumnya.

16 April 2014

Sains itu JAHAT

Mungkin kerap kali kita mendengar pernyataan bahwa sains itu bisa digunakan manusia untuk kebaikan maupun kejahatan. Namun dalam artikel kali ini penulis akan menunjukkan bahwa sains itu adalah sesungguhnya JAHAT dan JAHAT saja.

Definisi Sains
Sebelum masuk lebih jauh, rasanya perlu untuk mengkonfirmasi bahwa sains dimaksud di sini lebih kepada apa yang sering disebut sebagai Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolahan, bukan social science atau pengetahuan umum. Namun, sejatinya ilmu itu saling terintegrasi. Di majalah sains populer National Geographic kita dapat menyaksikan bahwa ilmu Geografi tidak terpisahkan dari ilmu sosial lainnya seperti Ekonomi, Sosiologi dan Sejarah. Bahkan ia saling terhubung juga dengan Biologi, Fisika, dan Kimia. Gampangnya. ilmu terintegrasi yang merupakan isi dari National Geographic itulah sains yang dimaksud penulis di artikel ini.

Hasil Penemuan Sains
Sains identik dengan penemuan. Ya, ketika manusia memahami konsep-konsep dalam sains sangat memungkinkan baginya untuk menghadirkan penemuan atau teknologi baru -yang katanya membuat hidup manusia menjadi lebih baik-. Contohnya, setelah memahami prinsip-prinsip hukum alam tertentu, manusia dapat menciptakan pesawat terbang.
Ilustrasi Bom Atom

Nah, mengapa sains itu jahat? Mari kita lihat dari buah-buahnya alias penemuan-penemuannya. Contoh umum yang diberikan terkait penemuan sains yang berdampak buruk adalah bom atom yang terbukti dapat menyebabkan kerusakan yang begitu parah pada saat meledak dan bahkan setelahnya. Tak diragukan lagi pendapat umum menyatakan bom atom ini jahat. Pada kenyataannya, bukan hanya bom atom dan teknologi penghancur sejenisnya yang merupakan hasil jahat sains. Semuanya jahat karena pada dasarnya  sains adalah jahat.


Pesawat Terbang
Mari kita kembali ke pesawat terbang. Bukankah ini sebuah penemuan yang amat spektakuler? Penulis bekerja di Ambon selama 3 tahun. Pertama kali penulis berangkat ke Ambon itulah saat pertama kali penulis naik pesawat terbang. Selang waktu 3,5 jam berlepas dari Jakarta, penulis sudah menginjakkan kaki di tanah Ambon. Ketika melihat di peta, penulis baru sadar bahwa ternyata jarak antara Jakarta dan Ambon itu jauh sekali. Memang luar biasa cepat lajunya transportasi yang satu ini.

Ilustrasi Pesawat Terbang

Pendingin Ruangan
Contoh lain dari hasil penemuan sains adalah pendingin ruangan atau yang lebih dikenal dengan AC. Benda ini nampaknya seperti solusi kenyamanan ketika udara luar sangat panas. Maka saat ini kita dapat menemukan AC dimana-mana, dari gedung perkantoran, hotel, kendaraan, maupun rumah. Bahkan beberapa instansi menempatkan AC sebagai sebuah fasilitas yang karenanya orang harus membayar lebih. Ongkos bus AC lebih mahal daripada yang non-AC karena dianggap bus AC memberikan kenyamanan yang lebih. Begitu pula dengan kamar hotel. Sekolah-sekolah elit melengkapi ruangan-ruangan kelasnya dengan AC. Tak heran banyak yang menganggap AC merupakan salah satu penemuan paling berpengaruh di dunia karena tanpanya perusahaan-perusahaan besar di dunia enggan membangun kantor cabangnya di daerah-daerah panas.

Sains Sebagai Candu
Dari dua contoh di atas, bukankah itu berarti sains menghasilkan sesuatu hal yang baik bagi kehidupan manusia? Dengan adanya pesawat terbang, manusia telah dimampukan berpindah tempat dengan cepat. Dan dengan adanya AC manusia bisa merasakan suhu yang nyaman di dalam ruangan meskipun suhu alam di luar sana sedang sangat panas.

Namun pada kenyataannya yang kita ketahui belakangan, AC yang melepaskan karbon ke udara ternyata berperan besar dalam pemanasan global dan dengan begitu hanya akan membuat bumi semakin panas. Dengan semakin panasnya bumi, manusia pun akan semakin tergantung dengan AC dan pada akhirnya terjebak dalam sebuah lingkaran setan.

Saat ini pun kita telah mengetahui dampak buruk dari pesawat terbang terhadap lingkungan. Membuang gas karbon dioksida (CO2) secara langsung ke atmosfer dalam jumlah besar setiap harinya, pesawat terbang adalah salah satu pemeran utama penyebab pemanasan global. Meskipun tahu dampak buruknya, namun mampukah manusia menghentikannya? Penulis sendiri yang sudah terbiasa menempuh Ambon-Jakarta dan sebaliknya dalam 3,5 jam saja dengan pesawat terbang tidak akan mau berpindah ke moda transportasi lain misalnya kapal layar yang akan memakan waktu berhari-hari atau malah berminggu-minggu.

Kita sudah kecanduan! Itulah jahatnya sains. Ia menggoda manusia untuk menggunakannya hingga masuk dalam jeratannya. Jadi meski kita sudah tahu tentang efek buruknya terhadap lingkungan dan ada banyak himbauan enviromentalis untuk tidak naik pesawat terbang, tapi toh kita tetap naik pesawat terbang. Data menunjukkan jumlah penumpang udara setiap tahunnya terus meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penumpang udara di sejumlah bandara di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 72,6 juta orang, naik 5,6 persen dari tahun 2013 sebanyak 68,5 juta orang. Maka maskapai penerbangan baru terus bermunculan dan dengan persaingan ketat harga tiket pesawat pun menjadi semakin terjangkau, semakin menarik lebih banyak orang lagi untuk menjadi pengguna pesawat terbang.

Seperti itulah buah-buah sains, nampak baik di awal namun wajah aslinya baru akan muncul kemudian. Pertama-tama suatu penemuan sains diluncurkan, Anda hanya akan diberitahukan keunggulan-keunggulannya. Dampak buruknya baru akan diungkapkan ketika Anda sudah merasa tidak bisa terpisahkan darinya. Jika demikian, sains tidak bisa dibilang mendatangkan kebaikan dan ketidakbaikkan. Jika dianalogikan sebagai orang, sains itu adalah orang tidak baik yang berpura-pura baik di awal. Orang seperti ini adalah jenis orang jahat yang paling buruk.

Begitu juga penemuan-penemuan hasil sains lainnya seperti lemari es, AC, kendaraan bermotor, kantung plastik dan banyak lagi. Polanya sama: menampilkan keunggulan di awal namun masalah kronis muncul belakangan. Bisakah kita terlepas dari hal-hal tersebut? Faktanya kita sudah terlalu bergantung pada hal-hal tersebut, bahkan mungkin ketika kita masih sangat kecil.
Ilustrasi Sampah di Lingkungan

Teknologi hasil sains ini telah menjadi candu bagi kita semua. Banyak anak muda saat ini merasa tidak bisa survive tanpa smartphone atau gadget yang dapat terkoneksi ke internet walau hanya untuk selama beberapa hari saja. Dan juga ketika listrik padam, misalnya, banyak orang sering mengeluh dan menghujat PLN karena sudah kecanduan berat akan penggunaan listrik. Seolah kita sampai merasa tidak bisa hidup tanpanya!!!
Maka buah-buah sains ini juga dapat dianalogikan seperti rokok. Banyak perokok yang sudah tahu bahaya rokok bagi kesehatan tapi tidak mau melepas kebiasan merokok karena sudah kecanduan dan merasa tidak mampu untuk melakukannya. Esensinya pun sama saja dengan narkoba dan hal-hal adiktif lainnya.

Inilah hal yang terburuknya. Ketika kita sudah tahu dampak dari buah-buah sains ini buruk dan sains itu sendiri pada dasarnya jahat, tapi kita tidak bisa berhenti menggunakannya karena kita sudah terlalu bergantung sejak kita masih kecil atau bahkan ketika baru lahir ke dunia.

Dunia Tanpa Sains
Lalu pertanyaanya, jika tidak ada penemuan sains, apakah kehidupan di dunia ini akan lebih baik? Untuk menjawabnya kita harus membayangkan kehidupan manusia masa lalu ketika masih primitif. Saat itu tidak ada kendaraan buatan manusia, hanya ada kuda dan hewan lainnya untuk ditunggangi sebagai kendaraan manusia. Tidak ada masalah polusi udara dari asap kendaraan. Di sisi lain memang manusia tidak bisa berpindah tempat dengan cepat. Tapi dampaknya malah baik, yaitu dinamika dunia tidak akan bergerak secepat sekarang ini dimana arus globalisasi tidak terkontrol lagi begitu juga dengan pencemaran lingkungan.

Kehidupan industrial modernlah yang menuntut manusia untuk mengeksploitasi minyak bumi dan barang tambang lainnya. Keserakahan manusia membuat produksi dilakukan secara besar-besaran tanpa memerdulikan bahwa kita telah mengotori sungai dan laut dengan limbah non-organik. Jika manusia tetap hidup primitif, keseimbangan alam akan tetap terjaga.  Manusia pun tidak perlu menggunduli hutan akibat permintaan bahan mentah kayu untuk industri maupun untuk membuka lahan perkebunan sawit.

Lebih ekstremnya lagi, manusia primitif tidak perlu pula menabung ataupun menanam. Cukup hidup berburu tanpa suatu kepastian mendapat hasil ketika pulang. Dengan begitu, kesusahan hidup sehari cukup untuk sehari itu saja. Tidak perlu stress memikirkan hal yang terlalu jauh di depan. Tidak merasa lebih superior dari kelompok manusia yang lain karena toh sama-sama primitif, tidak ada yang punya persenjataan lebih canggih. Maka otomatis tidak ada penjajahan. Lagipula dengan tetap hidup berburu tidak akan ada waktu yang tersisa untuk mengembangkan teknologi dan mendengarkan bisikan jahat sains. Bercocok tanamlah awal dari kemajuan peradaban manusia karena dengan itu manusia mulai mengamankan persediaan makanan mereka. Dan kita tahu, membuka lahan untuk bercocok tanam biasanya dilakukan dengan tindakan keji, yaitu membuka hutan.
Ilustrasi Hutan Gundul
Tanpa adanya campur tangan sains dalam bidang kesehatan, tingkat kelahiran manusia akan tinggi namun begitu juga tingkat kematiannya. Tidak ada obat-obatan modern sehingga penyakit dan juga bencana alam akan mengendalikan populasi manusia sehingga jumlah sumber daya alam akan terus cukup untuk seluruh manusia yang hidup di bumi. Kesimpulannya, jika manusia tetap hidup primitif maka kehidupan akan lebih baik untuk semua makhluk hidup di bumi dan bumi itu sendiri. Sains tidak membuat kehidupan menjadi lebih baik.

Namun jika kita manusia modern menempatkan diri pada situasi tanpa penemuan sains tentunya kita akan merasa ketidaknyamanan yang luar biasa. Itu karena, tadi yang sudah dibahas, kita sudah terlanjur kecanduan berat. Jika sains tidak pernah dikuasai (lebih tepatnya menguasai kita) dan menghasilkan buah-buah penemuan, kita tidak akan pernah merasa hidup kita kurang meski tanpa smartphone atau merasa jarak ratusan kilo harus ditempuh dalam hitungan jam saja.

Di Balik Mitos
Manusia adalah makhluk alien yang berbeda dari mahluk-mahluk lain di muka bumi. Manusia tidak ingin kehidupan yang seperti itu-itu saja. Manusia berpikir akan inovasi dan percaya bahwa mereka bisa membuat hidup mereka lebih baik, bahkan condong pada pemikiran mau seperti Tuhan yang bisa mengendalikan segalanya dalam kehidupan ini. Alhasil manusia melawan kehendak alam dengan bantuan nenek sihir jahat bernama sains. Sains membantu manusia mengembangkan egoismenya dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi spesiesnya. Namun janji itu ternyata palsu. Dan pada akhirnya, sekarang manusia sudah terjebak dalam perangkap sains yang membuat manusia selalu bergantung padanya.

Anda familiar dengan cerita Adam dan Hawa seperti yang ada di kitab-kitab suci agama Abrahamik? Bukankah itu menceritakan tentang diusirnya Adam dan Hawa dari Taman Eden karena memakan buah pengetahuan yang baik dan yang jahat? Taman Eden digambarkan sebagai tempat yang serba berkecukupan, alam yang masih sehat. Saya yakin cerita ini salah satunya mau mengatakan sesuatu tentang pengetahuan yang menjanjikan manusia menjadi lebih pintar seperti Tuhan namun terjadi degradasi alam dan moral sebagai akibatnya.

Kelompok Optimis
Menyadari bahayanya ketergantungan kita akan bahan bakar fosil dan benda-benda hasil penemuan sains, banyak yang mulai berpikir untuk meninggalkan kehidupan modern dan kembali ke alam (kehidupan primitif). Namun tidak ada seorang pun yang berkuasa memutar balik waktu. Suku-suku primitif di pedalaman satu per satu mulai termodernisasi sedikit demi sedikit, mulai dari membeli sepeda motor, menyekolahkan anaknya, dan akhirnya mencari pekerjaan di kota. Kelompok orang modern yang ingin meninggalkan kehidupan modernnya dan mengasingkan diri di pedalaman pun tidak bisa mengelak dari konskuensi global yang diakibatkan oleh dunia modern yang ada di luar mereka nantinya. Tidak mungkin pula mengajak seluruh umat manusia yang telah termodernisasi untuk kembali hidup primitif.

Kebanyakan orang tidak mau untuk meninggalkan gaya hidup modern mereka yang sudah terlanjur terlalu bergantung pada penemuan-penemuan sains. Bahkan Al Gore yang terkenal akan kampanye lingkungannya di film dokumenter Inconvinient Truth pergi ke mana-mana dengan jet pribadinya sambil membuka laptopnya. Penulis secara pribadi pun jujur tak sanggup untuk meninggalkan segala kenyamanan ini. Saat menulis artikel ini penulis sedang berada di depan laptop di dalam ruangan ber-AC.

Negara dan swasta kini mulai mengembangkan bangunan ramah lingkungan, membangun panel surya dan pembangkit tenaga angin dalam jumlah besar, serta mengembangkan transportasi rendah emisi dan sebagainya. Tapi permasalahannya mereka menggunakan sains itu sendiri untuk melawan sains, ibarat kejahatan melawan kejahatan. Upaya-upaya untuk menggantikan sumber energi fosil dengan yang terbarukan ini hanya semakin menegaskan bahwa manusia tidak mau dan tidak sanggup meninggalkan gaya hidup modern yang telah sains berikan kepada mereka. Parahnya lagi ada anggapan bahwa sebagian kelompok diminta untuk mengencangkan ikat pinggang dalam pemakaian energi hanya untuk mempertahankan sebagian kelompok lainnya dapat menggunakan energi seboros sebelumnya.
Panel Surya
Penelitian yang dilakukan untuk mencari planet lain yang mungkin untuk ditinggali manusia menyiratkan bahwa ahli-ahli sains pun pesimis dengan keberhasilan gerakan-gerakan yang menyerang balik hasil sains saat ini. Cepat atau lambat bumi akan betul-betul rusak sehingga manusia membutuhkan rumah baru. Dan lagi-lagi untuk mencari rumah baru itu kita membutuhkan bantuan si nenek sihir jahat sains.

Akan tetapi kelompok optimis akan selalu berkata "lebih baik sedikit daripada tidak sama sekali". Pernyataan ini memang ada benarnya. Apabila kehancuran bumi akibat ulah sains tidak dapat dihindari, setidaknya kita dapat mengulur waktu dengan semampu kita supaya semakin banyak generasi di bawah kita yang dapat menikmati bumi.

Kelompok Pesimis
Menyadari bahwa kita tidak bisa kembali ke kehidupan primitif masa lalu dan gerakan-gerakan yang melawan hasil sains dengan sains itu sendiri tidak akan pernah cukup, banyak orang menjadi pesimis dan kemudian apatis. Mereka berpikir yang terpenting adalah hidup mereka nyaman di zaman ini tanpa peduli pada hidup anak cucunya nanti di bumi yang sudah serusak apa.

Sebenarnya penulis pun sedikit setuju dengan kelompok pesimis dan menyarankan pembaca semua untuk tidak terlalu peduli dan menikmati hidup yang ada sekarang ini saja. Tapi seyogyanya kelompok pesimis pun harus mencintai anak cucu mereka sendiri. Setidaknya dengan mengulur waktu kita dapat membuat anak cucu kita hingga generasi tertentu boleh merasakan kenyamanan yang kita juga rasakan semasa kita hidup.
Kita bisa melakukan hal-hal kecil yang tidak terlalu berpengaruh pada kenyaman kita. Misalnya kita bisa mematikan listrik di ruangan yang tidak sedang digunakan, membuang sampah pada tempatnya, dan menanam pohon di rumah. Hal-hal kecil seperti ini jika dilakukan oleh orang banyak dipastikan dapat mengulur sedikit waktu sampai alam ini benar-benar hancur.

Silahkan komentari posting ini. Saya mengharapkan komentar-komentar yang cerdas yang dapat menambah luas wawasan kita semua. Satu hal lagi, jangan mempersulit persoalan dengan mengaburkan pengertian yang baik dan yang buruk dalam posting ini. Anda tahu mana yang baik dan buruk seperti perokok tahu bahwa rokok itu buruk bagi kesehatan. Jika ia sampai memperdebatkannya, itu karena ia ingin menutupi fakta bahwa dirinya tidak mampu meninggalkan rokok.

Updated: 4/11/2015

16 komentar:

  1. Manusia tidak bisa hidup "begitu-begitu saja", maka kreativitas manusia bermunculan di berbagai area. Salah satunya teknologi.

    Ada hal kecil lain yang bisa kita lakukan, kawan. Pakailah gadget sesuai dengan kebutuhan untuk mengurangi E-waste. Selama ini saya sudah melakukannya. Jika gadget rusak-sudah tidak bisa dipakai baru saya menggantinya dengan yang baru. Selain ramah lingkungan, hal ini juga ramah di kantong :))

    BalasHapus
  2. Itu dia bagian yang menarik, kawan sekaligus fansku :p. Manusia memiliki kecenderungan untuk berkreasi (seperti Tuhan). Saya rasa kisah kuno tentang Taman Eden, bercerita sesuatu tentang itu. Manusia "diusir" dari keadaan alam yang serba ada (keseimbangan alam yang terjaga) oleh karena "memakan buah pengetahuan yang baik dan buruk" (menggunakan sains).

    BalasHapus
  3. Thanks buat sharing pandangan ttg Sains, hanya menurut saya manusianya yg mengelola Sains nya yg terkadang jahat, belajar Sains harusnya jangan cuma konten saja, tetapi praktik cara pengelolaan yg tepat dg hal-hal yg simpel saja. Tidak perlu lakukan percobaan yg rumit. Dimulai dari gaya hidup sehari-hari

    BalasHapus
    Balasan
    1. stiv_yo, thanks buat komengnya. Kebanyakan orang memang percaya sains dapat dibuat untuk kebaikan. Jika hasilnya jahat maka itu salah manusianya. Dulu saya juga menggangap yang terjadi seperti, tetapi baru-baru ini saya sadar bahwa SAINS ITU JAHAT! Jadi no matter what we do with it, sains akan menghasilkan sebuah kejahatan. Sekarang apakah Anda bisa memberikan contoh bahwa sains dengan cara pengelolaan yang tepat dsb dapat berbuah sesuatu yang baik? Tolong berikan satu contoh saja.

      Hapus
    2. Contoh sederhana sains yg dipergunakan dgn baik? Makanan.

      Makanan itu sains. Kita tahu nasi itu sumber karbo, telor sumber protein dan sayuran itu sumber mineral. Itu semua sains kan. Apa makanan jahat? Tentu saja tidak.

      Makanan jadi jahat kalo anda pakai secara berlebihan dan dgn salah. Contoh: Anda pikir makan nasi, telor dan sayuran itu baik. Karena secara sains, karbo bagus utk sumber energi badan, protein utk menumbuhkan otot serta mineral dari sayuran akan memperkuat fungsi tubuh anda. Lalu anda makan lah itu semua sebanyak-banyaknya. Apa yg terjadi? Makanan itu akan merusak bahkan mematikan tubuh anda.

      Kalo seperti ini siapa yg salah? Sains yg dalam bentuk makanan itu kah yg jahat? Atau anda lah yg terlalu gegabah dan berpikir sempit ttg sains makanan itu yang salah?

      Silahkan direnungi.

      Hapus
    3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    4. Terpaksa gan mode komentarnya ane beginiin karena sebelumnya pas mode bebas banyak banget yang nye-pam (bisa diliat di posting-posting lainnya tuh)....

      Anyway, sejak kapan nasi, telor dan sayuran jadi produk sains? Nampaknya sains memang sudah menggantikan posisi Tuhan Sang Pencipta ya... Sains memang membuat kita memahami kandungan dari setiap makanan tersebut tapi pada dasarnya mereka adalah produk alam, bukan produk sains. Justru dengan sains manusia jadi dimampukan untuk 'menabung' makanan yang menjadi titik balik masyarakat primitif menjadi masyarakat modern (dan awal kejatuhan bumi ini)

      Hapus
    5. Nah harus jelas definis agan soal sains apa nih? Sains itu kan ilmu pengetahuan ttg alam. Nah yg dimaksud dgn pengetahuan itu apa? Hasil berpikir, hipotesa dan sintesa manusia pan. Kalo manusia ga mulai paham apa itu sains, mereka akan dgn sembarang memakan apapun, mau sampah pun akan dimakan. Tapi nyatanya tidak kan.

      Cara agan memproses beras, merebus telor, menyiangi sayuran .. Apa itu bukan sains? Kenapa telor direbus/digoreng dulu? Berapa lama menanam padi supaya bisa jadi beras? Itu bukan sains? Ilmu bukan alam kah?

      Justru kalo anda bilang sains jahat, anda brarti sudah bermain jadi Tuhan dengan menentukan sesuatu jahat.

      Sains itu bukti bahwa Tuhan memang menciptakan kita sesuai gambaranNya loh. Oiya, justru kalo agan liat bukti sains dalam bentuk apapun, makin nyata karya Tuhan di dalamNya. Hanya saja, kembali manusia dgn mental tamaknya menghancurkan semuanya.

      Think again about what you see on science .. and God ..

      Hapus
    6. Terima kasih atas komengnya lagi. Harus saya akui untuk mendefinisikan sesuatu bukan perkara yang mudah, meski saya sudah paham maksudnya. Di artikel ini saya hanya menghabiskan satu paragraf untuk membahas soal definisi sains dan supaya tidak berlama-lama akhirnya saya memberi contoh mudahnya dengan mengacu pada isi majalah National Geographic.

      Hasil berpikir, hipotesa dan sistesa manusia tidak selalu sains. Bisa saja itu bersifat filosofis tapi tidak scientific. Kalau orang-orang barat mendefinisikan sains sebagai aktivitas intelektual maupun praktikal yang mencakup studi akan struktur dan perilaku tentang dunia alam yang bersifat fisik melalui observasi dan percobaan berulang kali. Jadi yang hubungan dengan hal-hal yang bersifat empiris dsb. Bukan seperti iman yang tidak bisa dilihat bentuk fisiknya.

      Tanpa sains pun manusia bisa belajar dari pengalaman. Keledai aja kan katanya gak akan kejeblos lubang yang sama dua kali. Misalnya pertama dia makan kotoran kucing, lalu karena rasanya gak enak jadi berikutnya dia gak makan lagi, dan anaknya dikasih tau supaya jangan makan itu.

      Nah untuk masalah pengolahan makanan nih menarik untuk dibahas. Sejak kapan manusia mengolah makanan yang akan dia makan? Di Taman Eden digambarkan manusia bisa memakan buah dari pohon mana pun (kecuali yang itu tuh). Jadi manusia tidak merebus, tidak menggoreng. Buah mateng di pohon, petik & sikat! Tapi setelah manusia dengan bantuan sains membuat api, apa yang terjadi? Makanya di beberapa cerita rakyat, setan itu digambarkan sebagai sosok yang mengajarkan manusia membuat api. Selalu ada sesuatu yang mau diajarkan'/diceritakan di balik sebuah mitos.

      Coba dipikirkan lagi, jangan-jangan saya benar! Tapi kalau sudah berpikir seseorang sudah pasti salah dari awal, pastinya orang itu tidak akan bisa berpikir secara jernih dan "mulai dari awal" lagi.

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Makan pun sebenernya sains, bagaimana kita mengisi karbo utk energi, protein utk menumbuh kembang otot serta memasukkan asupan mineral utk membuat tubuh bekerja."

      Coba Anda bilang ini ke salah satu orang di suku pedalaman. Mereka mah taunya makan itu karena perut laper. Konsep ini kan ada karena sains memberi tahu Anda. Nah kan Anda (dan saya) sebagai pecandu sains merasa kita membutuhkan sains! Persis seperti pecandu narkoba yang merasa dirinya membutuhkan obat-obatan terlarang. Faktanya iya, karena tubuhnya sudah kecanduan. Tapi dari awal kalau tidak kita pake, ternyata kita tidak butuh. Penemuan roda dan pisau memang hasil sains. Dan itu semua membawa dunia pada keadaan yang tidak lebih baik (arahnya seperti sekarang ini)

      Bicara sains dengan Tuhan selalu menjadi topik yang menarik. Jika Anda betul-betul membaca kitab suci, Tuhan terkesan lebih menghendaki manusia yang taat dibanding yang pintar, apalagi ingin segala sesuatu dalam hidupnya ada dalam kendalinya (seperti apa yang sains berikan pada kita), Padahal dulu manusia telanjang dan tidak sadar dirinya telanjang (bodoh banget) tapi setelah memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat (sains) manusia jadi pinter, minimal waktu itu jadi tahu kalau mereka telanjang.

      Btw "Niwei" itu apa sih? Penasaran...

      Hapus
    2. Hahahaha .. I see your point.

      Kalo gitu dari sini emang cara kita ngeliat science and god beda gan. Gw tiap minggu juga pendalaman kitab, tapi ga sebegitunya pemahaman gw akan Tuhan dan sains.

      Percuma diterusin. Hehe

      Thanks for sharing though.

      Niwei means anyway #radangalaydikit


      Hapus
  5. Batasan jahatnya apa dulu nih gan?

    Menurut ane, Sains itu perlu gan. Ga ada yg sains yg jahat, yang jahat? Ya manusianya.

    Harusnya kita berani menunduk dan menepuk dada atas kerunyaman yg makin cepat di bumi. Jangan bawaannya nyalahin pihak luar mulu. Jadi kurang gentle jadi manusia. Kaya anak kecil aja, senengnya nyalahin pihak luar? Sains lah disalahin. Teknologi lah disalahin. Tar ga lama setan juga disalah2in.

    Sains mah diem2 aja en ga bakal ngapa2in. Justru ketika dipake manusia, baru deh tu sains bsa jadi moda penumbuh atau pembunuh.

    Pola pikir itu yg seharusnya kita punya, karena sains itu hasil dan bukti bahwa kita ciptaan unggul Tuhan.

    Tanpa sains? Manusia bakalan berada di rantai terbawah siklus energi dunia hewan gan. Ga percaya? Bayangin deh manusia purba tanpa otak, yg ga nemuin sains membuat roda untuk bergerak lebih cepat, ataupun pisau dari batu yang bisa dipake utk membunuh ancaman atau mengolah makanan.

    Jangan2 anda mikir roda yg dibuat dari potongan pohon besar yg dihaluskan sisinya bukan sains? Atau menghaluskan sisi batu supaya tajam dan lancip dan bisa dipake utk membelah, menusuk dan merobek predator juga bukan sains?

    Sains itu berguna asal seperlunya. Sepanjang kita bijak dan bisa mengontrol diri, sains akan sangat bermanfaat.

    Masalah global warming? Coba dilihat kenapa dinosaurus lenyap? Padahal semua organisme di bumi bergantung total pada natur alam loh. Penjelasan yg tepat adalah, bumi emang harus berada titik merah kritis dan pecah menghabiskan semua peradaban, ekosistem dan segala tatanan organisme yg ada diatasnya. Itu udah hukum alam broh. Pernah denger pangea, dimana bumi hanya ada satu benua, yaitu gabunan dari benua yg ada saat ini. Itu sesuatu yg akan terjadi dalam ratusan bahkan puluhan ribu taun lagi (seribu taun manusia itu hanya sepersekian detik jam natur bumi loh).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tidak mengatakan manusia tidak bersalah dan kesalahan sepenuhnya di pihak sains. Ibarat seseorang yang datang ke tukang santet untuk menyantet orang lain. Tukang santet itu memang jahat, tapi kesalahan lebih kepada orang yang datang ke tukang santet itu kan? Tapi tidak berarti tukang santet ini hanya menunggu tanpa menjemput bola. Begitu juga dengan sains. Makanya di Kitab Kejadian, ada sosok ular jahat si penggoda. Tapi ketika manusia termakan godaannya, kesalahan tetap utamanya berada di manusianya karena ia punya pilihan.

      Manusia salah dan tokoh utama yang salah itu manusia. Tapi itu tidak akan mengubah esensi sains yang jahat. Artikel ini hanya menegaskan esensi itu.

      Btw, terlalu rude untuk bilang manusia purba tanpa otak. Binatang aja punya otak kok. Nah di sini masalahnya, dengan sains manusia akan bergantung kepadanya bukan pada Tuhan Sang Pencipta dan Sang Pemelihara. Nilai-nilai kepasrahan pada Yang Kuasa udah gak ada tuh. Karena dengan sains kita merasa bisa melakukan segalanya untuk keberlangsungan hidup spesies kita.

      Untuk paragraf terakhir saya no comment karena itu belum terbukti dan nampaknya juga gak bisa dibuktikan. Maaf kalau gak menjawab semua, soalnya komengnya agan panjang-panjang banget sih... Kalau ada yang kurang boleh komeng lagi, tapi jangan panjang-panjang ya. Mending banyak tapi pendek-pendek, biar bisa dibales satu per satu.

      Hapus
  6. ~ SETUJU SAINS TANPA IMAN ADALAH JAHAT !

    BalasHapus