
Ulasan barusan adalah jika nasionalisme sebagai alasan untuk tidak ikut-ikutan gondrong. (Padahal menurut saya, kita ikut-ikutan cepak). Akan tetapi, saya kurang setuju apabila nasionalisme dijadikan alasan. Nasionalisme tidak dapat dinilai serendah itu. Saya akan membahas lebih tentang nasionalisme di artikel lain.
Pada zaman Orde Baru, agaknya segala aspek kehidupan dikontrol oleh pemerintah secara militeristik. Dampaknya bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi tetapi juga pendidikan. Pada kala itulah mulai diberlakukan plonco bagi para murid baru, - yang mirip sekali dengan sistem sekolah militer yang menonjolkan senioritas - dan juga diberlakukan pendisiplinan rambut, khususnya bagi siswa laki-laki. Saya menyetarakan sistem plonco dengan pendisiplinan rambut. Ini mengimplikasikan bahwa hal itu adalah salah satu bentuk militerisasi. Sekarang Orde Baru sudah runtuh, namun karena sudah mendarah daging tradisi ini masih terus dijalankan.

Pendisiplinan rambut di sekolah adalah bentuk militerisasi dari zaman Orde Baru yang seharusnya tidak usah dipertahankan lagi. Masih banyak hal lain yang sebenarnya jauh lebih penting untuk didisiplinkan. Cepak koq dibilang disiplin, tepat waktu itu baru namanya disiplin. Coba sejenak kita tengok kembali kasus STPDN, ..........ternyata orang yang disiplin (rambut) belum tentu akhlaknya baik.
Di part berikutnya, saya akan mengupas lebih jauh lagi bahkan secara lebih eksplisit lagi dan akan mengundang kontroversi yang lebih banyak lagi dengan Anda para pembaca setia.
.......to be continued.......
previous part
next part