Dewasa
ini, setidaknya ada dua kejahatan tingkat kakap yang kerap menghantui
negeri kita. Yang pertama adalah terorisme. Usaha pemerintah menekan
kejahatan yang satu ini tidak main-main. Meski pemerintah masih
mempunyai banyak PR untuk memberantas kejahatan terorganisir ini sampai
ke akar-akarnya, usaha yang berwenang sampai saat ini bisa dibilang cukup berhasil, bahkan katanya sampai mendapat pujian dari dunia internasional.
Kejahatan
yang satu lagi adalah korupsi. Persoalan korupsi di negeri ini sudah
sangat kronis dan usaha pembasmiannya pun masih terlihat
setengah-setengah. Berbeda dengan para pelaku terorisme, para koruptor
yang tertangkap tidak dihukum dengan keras. Mereka cuma dikurung selama
2-3 tahun di penjara yang nyaman. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan Tiongkok yang telah berhasil menekan angka korupsi di negerinya. Negeri
tirai bambu itu bahkan berani menjatuhkan hukuman mati para pelaku
tindak korupsi.
Jika dibandingkan, para pelaku terorisme
yang brutal itu masih sedikit lebih baik daripada koruptor. Setidaknya, para
teroris memperjuangkan apa yang mereka percayai dan rela hidup tidak
nyaman dan bahkan siap mati demi tujuannya itu. Sedangkan para koruptor
adalah pengecut yang tidak mau ikut susah berkorban membangun negeri
tapi malah memilih untuk mengisi kantong pribadi demi kebahagiaannya
sendiri.
Selain itu, teroris juga sedikit lebih mulia karena
hampir semua dari mereka mengakui perbuatannya, baik setelah maupun sebelum tertangkap. Beberapa saat setelah peledakan di suatu tempat biasnya diikuti dengan video pernyataan bertanggung jawab atas serangan tersebut. Para teroris
pun bersedia menanggung konsekuensi hukum dari perbuatan mereka. Lain
halnya dengan koruptor. Hampir semua dari mereka yang tertangkap,
menyangkal melakukan korupsi. Lebih jauh, mereka berusaha dengan
berbagai cara untuk berkelit dari hukum.
Lalu, jika
teroris itu masih sedikit lebih baik dari koruptor, maka seharusnya
hukuman untuk para koruptor pun tidak lebih ringan dari para teroris,
yaitu maksimal hukuman mati. Justru hukuman mati ini akan lebih tepat
jika dikenakan pada para koruptor dibanding pada teroris. Efeknya untuk
teroris malah sangat berbahaya karena para teroris memanglah orang-orang
yang telah siap berkorban nyawa demi misi yang mereka percayai suci
itu. Kita semua telah melihat buktinya ketika jasad para teroris
terhukum mati hendak dimakamkan, mereka diarak rakyat bagai seorang
pahlawan perang.
Namun, efek yang berbeda pastinya akan
terjadi apabila hukuman mati dijatuhkan pada para pelaku tindak korupsi.
Mereka sama sekali tidak siap mati sehingga takut akan hukuman
perenggut nyawa tersebut. Dengan demikian, ancaman hukuman mati bersifat
sangat mendidik khususnya bagi mereka yang hendak melakukan tindak
korupsi.
Wacana penerapan hukuman mati pasti akan
berhadapan dengan alasan HAM. Namun, marilah kita memakai pendakatan
yang sedikit pragmatis. Tiongkok telah membuktikan bahwa hukuman mati bisa
menekan jumlah tindak korupsi. Jadi, kalau memang benar-benar serius
ingin memberantas korupsi, lakukanlah cara yang telah terbukti bekerja.
Sekali lagi di sini saya sama sekali tidak membela teroris. Baik teroris maupun koruptor sama-sama buruk. Tapi jika saya harus memilih mana yang sedikit lebih baik, makanya saya akan pilih teroris untuk alasan-alasan yang telah disebutkan dalam artikel ini.
Sekali lagi di sini saya sama sekali tidak membela teroris. Baik teroris maupun koruptor sama-sama buruk. Tapi jika saya harus memilih mana yang sedikit lebih baik, makanya saya akan pilih teroris untuk alasan-alasan yang telah disebutkan dalam artikel ini.
(Originally published on Facebook note in Sept 2010)