README FIRST

Jangan heran apabila dalam blog ini ada ide di sebuah posting yang bertentangan dengan posting yang lain. Semua posting ini ditulis oleh orang yang sama yaitu saya. Tetapi posting yang ditulis tahun 2013 ke depan ditulis oleh saya yang sudah tercerahkan oleh berbagai pengalaman hidup. Dari diliput oleh koran luar negeri, kehilangan teman yang tewas tertembak dalam kerusuhan Ambon 2011, sampai melancong ke belahan lain dunia ini, semuanya itu membentuk sebuah pemikiran yang berbeda dari sebelumnya.

24 Oktober 2008

Gondrong Students (part 4)

Kali ini saya akan membandingkan isu rambut gondrong dengan isu lain yang juga dilarang dalam dunia pendidikan. Yang pertama adalah merokok. Saya rasa hampir semua sekolah di tanah air melarang siswanya merokok. Alasannya jelas, yaitu karena rokok terbukti secara medis merusak tubuh si perokok (dan orang lain yang menjadi perokok pasif). Jadi, tindakan merokok adalah tindakan merusak diri, sedangkan rambut gondrong sama sekali tidak bersifat merusak. Sedih kenyataan yang kita hadapi bahwa beberapa sekolah hanya melarang siswanya untuk tidak merokok pada saat di sekolah bukannya melarang mereka untuk tidak menjadi perokok. Begitu keluar sekolah, dalam waktu kurang dari 10 menit, mereka bisa bebas merokok. Sedangkan jika sekolah melarang siswa gondrong di dalam lingkungan sekolah otomatis di luar pun ia tidak akan bisa gondrong, karena rambutnya yang dieksekusi di sekolah tak akan tumbuh dalam waktu begitu cepat saat ia sedang tak berada di sekolah.
Yang berikut adalah isu tindik (piercing). Tindik dapat mengambil tempat di telinga, hidung, dagu, maupun lidah! Menindik itu rasanya sakit, jadi umumnya anak muda dianggap semakin berani jika tindikan di tubuhnya semakin banyak. Ini juga sebuah tindakan yang destruktif terhadap tubuh. Penganut paham Teoliberalis seharusnya sangat menentang hal ini. Pendeknya, tindik adalah tindakan memodifikasi tubuh yang dilakukan oleh manusia, lain halnya dengan isu rambut gondrong yang terjadi secara alami.
Isu yang paling dekat dengan rambut gondrong adalah isu mencat rambut. Saya berusaha meyakinkan Anda bahwa mencat rambut adalah tindakan yang jauh lebih "haram" dibandingkan menggondrongkan rambut. Pasalnya, seperti yang telah saya bilang, bahwa rambut gondrong itu terjadi secara alami, sedangkan mencat rambut memiliki unsur buatan dan memiliki indikasi ketidakpuasan terhadap warna rambut asli pemberiaan Sang Pencipta. Jadi, saya sangat setuju apa yang telah diterapkan oleh banyak sekolah saat ini tentang larangan mencat rambut. Ini dapat mengajarkan siswa untuk dapat menerima diri. Banyak orang Asia yang mencat rambut mereka dengan warna pirang, warna rambut orang bule. Padahal banyak orang bule yang iri dengan our lovely Asian black hair.
Dari ketiga perbandingan di atas, hal yang mau saya tekankan adalah bahwa isu rambut gondrong tidak dapat disamakan dengan isu-isu yang lain yang sering dijadikan oleh pihak oposisi alasan untuk melarang siswa berambut gondrong. Setiap isu harus dilihat secara khusus. Begitu juga alasan pelarangannya (dalam dunia pendidikan khususnya) harus selalu dikritisi.
Berikutnya saya akan membahas tentang peraturan dan pilihan berambut gondrong.

- to be continued...-
.
.

Teoliberalisme

For English version, click here.


Semua orang menginginkan sebuah kebebasan. Kebebasan inilah yang selalu diagung-agungkan oleh penganut paham liberal (ENG liberate:membebaskan). Paham itu mengajarkan bahwa manusia bebas dan berhak untuk melakukan apapun. Batasan dari kebebasan itu hanyalah kebebasan orang lain, walaupun pada pelaksanaanya orang liberal terkadang mengabaikan kebebasan orang lain. Namun terlepas dari pelaksanaannya di lapangan, kelihatannya memang sangat amat baik yang diajarkan oleh paham ini. Namun, saya berpikir bahwa liberalisme pun banyak memiliki kekurangan.
Banyak negara liberal yang telah melegalkan aborsi dengan alasan kebebasan sang ibu bayi. Mungkin isu aborsi masih terasa haram di telinga kita, akan tetapi para liberalis memiliki dasar paham yang menunjang hal ini. Sang ibu bayi berhak mengugurkan cabang bayi yang belum lahir dan yang dianggap belum memiliki hak hidup. Apakah hal ini sesuai dengan hati nurani Anda sebagai manusia, yaitu apabila aborsi dilegalkan di Indonesia? Saya rasa banyak orang yang hati nuraninya menentang hal ini, sama dengan saya.
Karena isu-isu seperti inilah saya menyimpulkan bahwa liberalisme sebuah paham yang masih memiliki cacat. Mungkin arahnya sudah benar, akan tetapi barangkali harus ditambahkan batasan kebebasan selain daripada kebebasan orang lain. Di sinilah akhirnya saya mencetuskan sebuah paham yang disebut Teoliberalisme. Saya tidak berani mengklaim bahwa saya-lah penemu paham ini, walaupun pada saat saya keceplosan konsep ini saya belum membaca artikel dari manapun tentang Teoliberalisme. Tapi memang sudah ada orang yang mencetuskan paham ini. Pada saat saya mengetik kata TEOLIBERAL di internet, muncul sejumlah artikel yang cocok. Sayangnya itu semua tertulis dalam bahasa Latin yang tidak saya mengerti, sedangkan saya tidak menemukan satu pun artikel dalam bahasa Inggris. Jadi, konsep Teoliberlisme yang ingin saya sampaikan di sini adalah murni versi saya.
Teoliberalsime berasal dari 3 kata, yaitu theos(Tuhan), liberal(kebebasan), isme(paham). Jadi artinya gampangnya adalah sebuah paham kebebasan yang menempatkan hakekat manusia sebagai ciptaan Tuhan Sang Pencipta. Lalu apa perbedaannya dengan liberalisme biasa? Tentu kata "Teo"(Tuhan) yang menjadi kuncinya. Menghayati bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan, tentu akan mempengaruhi cara berpikir kita tentang arti sebuah kebebasan.
Saya akan menjelaskan dalam sebuah contoh konkret. Apakah kita memiliki kebebasan untuk merokok? Jawab orang liberalis: Oh tentu, asalkan kita tidak merokok di tempat umum, tidak menggangu kebebasan orang lain untuk menghirup udara bersih. Jika kita merokok tidak di depan orang, ya sah-sah saja. Walaupun memang secara medis itu tidak baik bagi tubuh, tapi toh itu tubuh kita sendiri, tidak mengusik orang lain. Tetapi jawab orang Teoliberlis: Tidak, kita tidak berhak untuk merusak tubuh kita sendiri, karena tubuh kita ini bukan milik kita sendiri tetapi adalah milik Sang Pencipta, yaitu Tuhan. Jika Anda dititipkan sebuah barang oleh orang lain, apakah Anda bebas untuk merusak barang itu? Tentu tidak.
Semoga dengan contoh ini saya dapat menjelaskan arti Teolibralisme. Intinya paham ini menegaskan bahwa manusia tidak berhak penuh melakukan semuanya pada dirinya sendiri. Kalau begitu bagaimana dengan isu aborsi tadi? Saya menyerahkan jawabannya kepada Anda sendiri.
Ada isu-isu yang lain seperti bunuh diri, eutanasia, perkawinan sejenis, dan masih banyak lagi yang akan saya bahas di artikel Teoliberalisme selanjutnya. Saya harapkan masukkan isu atau kasus dari Anda yang dapat kita kaji bersama dengan perspektif Liberal dan Teoliberal.